17 October, 2011

R.e.m.a.j.a

Tadi pagi, rekan kerja saya menyodorkan majalah National Geographic Indonesia edisi Oktober 2011. “Tis, coba kamu baca, bagus nih insight tentang remaja”. Di sampulnya memang tertulis headline “Di Balik Gejolak Darah Muda – kami tak segila yang kalian kira”. Wah, terdengar menggoda ya? Jadi sambil menyalakan komputer kantor, saya pun mulai membaca artikel utama itu.

Remaja memang ditakdirkan berbuat nakal, rebellious, mencoba segala sesuatu yang baru karena perkembangan lobus parientalis mereka. Ibaratnya saat remaja, otak mereka memang “setengah jadi” maka dari situlah segala perilaku ajaib,aneh dan kadang terkesan bodoh, itu muncul. Perilaku mereka amatlah peka terhadap reinforcement positif, terutama social reinforcement. Remaja sangat tertarik dengan hal-hal yang berkaitan dengan kawan-kawannya, dan akan melakukan hal-hal yang mengundang decak kagum kawan-kawannya. Sangat menggebu-gebu.

Pikiran saya pun kembali ke hari Sabtu yang lalu. Sebuah Sabtu sore yang panas di Jakarta, setelah menyelesaikan sesuatu yang alhamdulillah banget, saya mampir ke 7-eleven Senayan untuk minum air mineral dan kopi dingin. Saya terpaksa duduk di luar karena bangku di dalam penuh, selain karena teman saya ingin merokok. Kursi-kursi di teras itu hampir semuanya penuh, beberapa yang tersisa kosong mejanya kotor dan berantakan, duh. Akhirnya saya menemukan tempat duduk di sudut teras itu. Mata saya leluasa memandang ke seluruh sudut teras, isinya semuanya anak muda, saya yakin beberapa dari mereka masih masuk kriteria usia remaja.

Ada 2 meja yang menarik perhatian saya, meja berisi gadis-gadis remaja ibukota. Di meja yang satu gaya busananya sangat menarik, rok mini, blus bunga-bunga, wedges, sunglasses. Di meja yang satu lagi gaya busana standar, jeans, t-shirt dan sepatu flats. Mereka sama-sama berisik, tertawa riuh atau senyum lebar menunjukkan gigi berbehel sambil menyibakkan rambut panjangnya, dengan tangan tidak lepas dari blackberry (Kebayang kan? Tipikal remaja kota banget).

Di meja mereka ada botol hijau heineken. Saya yakin sih diantara mereka ada yang belum 21 tahun, jadi penasaran sebenarnya 7-11 atau circle-K di Indonesia rajin menanyakan identitas atau tidak sih ke remaja-remaja yang membeli minuman beralkohol itu? Waktu saya di luar negri, saya pernah membeli sekaleng bir di circle-K, dan mas kasirnya menanyakan identitas saya sambil cengar-cengir begitu sadar umur saya sudah 25 tahun. Di sana tertulis yang intinya “jangan merasa tersinggung ketika kami menanyakan kartu identitas anda karena berarti anda terlihat seperti 16 tahun atau lebih muda” hahaha. Oh ya kembali ke meja-meja remaja itu, botol heineken itu terlihat sudah tidak dingin, titik-titik embun di botol itu tidak terlihat. Sepertinya mereka sudah lama nongkrong di situ, tapi sayangnya botol bir itu masih terisi setengah. Tak seberapa lama, si empunya botol menegak isinya, hanya sedikit yang masuk ke mulut, raut wajah datar terlihat sedikit susah menelannya, dan ia meraih chitato di sisi meja yang lain. Kasihan, seperti tersiksa.

Sementara meja lain yang lebih atraktif, seorang baru saja kembali dari dalam 7-eleven, membawa sebotol mix max hijau, dan sekaleng coke. Di gelas slurpee dia mulai meramu minuman, mix max dicampur bir, dan satu lagi coke dan bir. Terlihat mata mereka mengerjap setelah mencoba ramuan itu. Sebel ya, kalau remaja memaksakan diri seperti itu.

Kenapa harus memaksakan diri sih? Karena nongkrong di 7-eleven sambil minum bir & merokok itu keren. Sayang ya, ketika kita remaja kita memang berusaha menyamakan diri dengan teman-teman, dengan trend, tapi menjadi sia-sia kalau ternyata kita bukannya berusaha menemukan diri kita. Jangan lah minum kalau tidak bisa menikmati, jangan merokok jika memang bukan ketagihan nikotin. Maksudnya, boleh saja mengikuti trend, supaya bukan menjadi outliar, tapi ada kalanya mesti kembali ke diri sendiri, bagaimana tidak kehilangan jati diri (eh tapi masa remaja kan memang masa mencari jati diri ya?) bagaimana mulai menggali dalam hati kita, apa sih yang memang ingin kita kerjakan. Apa sih aspirasi kita? Mau jadi apa sih kita? Kok kita ya? Saya kan sudah bukan remaja J Remaja memang harus berani memberontak, tapi bagaimana mengekspresikannya itu yang sebaiknya dengan cara yang kreatif. Gimana adek-adek?

(Ending tulisan ini kenapa jadi terkesan membingungkan dan labil ya? Apa saya masih remaja?)



waktu saya remaja, ah senang yaaa :)

14 October, 2011

M83. Raconte-Moi Une Histoire

Mata terbelalak, merinding di sekujur tubuh, dan berteriak (dalam hati) waktu pertama kali mendengar salah satu track di album M83 yang terbaru “Hurry Up, We’re Dreaming”. Bagaimana tidak, track semacam ini adalah track yang ingin saya ciptakan selama ini!!!

Saya musisi? Bukan, saya bukan musisi. Saya hanya penggemar musik, terutama musik indie, seperti yang sudah saya ceritakan di postingan saya sebelumnya. Tapi track idaman saya ini harusnya bisa lah, karena merupakan perpaduan musik dan story-telling.

Saya jarang menulis tentang story telling selama ini ya? Hihihi, karena saya malu, pasalnya sudah lama sekali saya tidak melakukannya di hadapan anak-anak. Padahal ini salah satu hobby saya juga. Sejak adanya Indonesia Bercerita, sebenarnya sudah lama saya ingin merekam podcast cerita saya sendiri. Tapi saya (sok) sibuk, dan ribet memilih-milih lagu yang ingin saya jadikan backsound. Dan track berjudul “Raconte-Moi Une Histoire” milik M83 ini seakan tamparan yang keras, kapan mau bikin podcastnya (uh saya ditampar terus).

“Raconte-Moi Une Histoire” secara literal berarti “Ceritakan Padaku Sebuah Kisah” dalam bahasa Prancis, ya M83 adalah musisi elektronik dari Prancis. Lagu-lagunya kebanyakan instrumental, dingin, dreamy, kadang-kadang berkesan muram dan misterius. Namun di lagu ini saya merasakan keceriaan di dalamnya, musiknya (terutama di bagian intronya) dan suara anak kecil yang bercerita seakan membawa kita ke dunia penuh petualangan menjadi seekor kodok.

Saya benar-benar ingin membuat podcast dengan musik seperti ini! Idenya sederhana saja kan, sebenarnya mirip dengan musikalisasi puisi, walaupun nggak sama-sama juga sih. Selain itu, anak-anak yang mendengar dongeng juga berhak mendengar musik yang “beda” dari musik yang didengarkan dari radio / televisi. Awalnya saya pikir saya akan mencomot musik-musik yang saya punya saja, minta ijin via myspace/twitter tapi kan lebih asyik jika memang kenal musisinya secara personal..

*mengumpulkan kontak kawan-kawan* *ayo bantu saya* yuk? Pleaaaaseeee…. We are kids at our hearts, aren’t we?

i heard about this frog

it's a very tiny frog

but it's also very special

you can only find it in the jungle

so far away from me

but if you find it and if you touch it

your world can change forever

if you touch its skin

you can feel your body changing

and your vision also

and blue becomes red and red becomes blue

and your mommy suddenly becomes your daddy

and everything looks like a giant cupcake

and you keep laughing and laughing and laughing

nothing is ever quite the same really

and after you finish laughing

it's time to turn into a frog yourself

it's very funny to be a frog

you can dive into the water

and cross the rivers and the oceans

and you can jump all the time and everywhere

do you want to play with me?

we can be a whole group of friends

a whole group of frogs

jumping into the streets

jumping into the planet

climbing up the buildings

swimming in the lakes and in the bathtubs

we would be hundreds, thousands, millions

the biggest group of friends the world has ever seen

jumping and laughing forever

it would be great, right?


i couldn't found the song in soundcloud, please go through this link (via song-o-matic) for preview only yah!

11 October, 2011

music.

How much music can affect you? If you ask me this kind question I would definetely deliberately shout: MUCH!

Music is dilemma for me. Once, they can save me from a dark day bloody cloudy mood into a bright summer day; and likewise, or even gets me higher and higher when I am excited, or lower lower and the lowest till when I am deeply sad.

Music is my emotion. Music is an inspiration. When I am asked to conceptualize photographs, I’d rather close my eyes and listen to some good music of my choice. Even when I write work reports, my best friend will always be, music.

I don’t remember when I started to love music, perhaps my family influence much. My dad loves swing jazz and those other kind of jazz, but I prefer swing. From Nina Simone into Billie Holiday, with a bit of Frank Sinatra and much Louis Amstrong. My mom loves BeeGees and the entire 70s pop like Todd Rundgren or Gillbert O’Sullivan.

I listen to girl bands such as Spicegirls and Shampoo when I was kid. Do not forget to mention the remarkable boyband era of 90s: Boyzone, Backstreet Boys, Westlife, 911, Ultra, Hanson, and many more! And then I know some popular britpop bands, which are cool and different compared to those boyband, name it Placebo, Suede, Blur, Oasis, Kula Shaker, also the Cardigans, Catatonia, etc.

When internet came to my room, it’s like a wonderland to me, I found more indie bands around the world who share their music. H-e-a-v-e-n. These days, we have named the heaven with soundcloud. I talked too much, sorry, always excited about what I listen now. Enjoy this summer rain.

An Iceberg Hurled Northward Through Clouds by Gold Panda

Shugo Tokumaru - Lahaha by La Chunga Publishing

French Kiss by THE TEENAGERS

It s Gonna Be a Long Walk - Apparat by BruMusicLover