Tadi pagi, rekan kerja saya menyodorkan majalah National Geographic Indonesia edisi Oktober 2011. “Tis, coba kamu baca, bagus nih insight tentang remaja”. Di sampulnya memang tertulis headline “Di Balik Gejolak Darah Muda – kami tak segila yang kalian kira”. Wah, terdengar menggoda ya? Jadi sambil menyalakan komputer kantor, saya pun mulai membaca artikel utama itu.
Remaja memang ditakdirkan berbuat nakal, rebellious, mencoba segala sesuatu yang baru karena perkembangan lobus parientalis mereka. Ibaratnya saat remaja, otak mereka memang “setengah jadi” maka dari situlah segala perilaku ajaib,aneh dan kadang terkesan bodoh, itu muncul. Perilaku mereka amatlah peka terhadap reinforcement positif, terutama social reinforcement. Remaja sangat tertarik dengan hal-hal yang berkaitan dengan kawan-kawannya, dan akan melakukan hal-hal yang mengundang decak kagum kawan-kawannya. Sangat menggebu-gebu.
Pikiran saya pun kembali ke hari Sabtu yang lalu. Sebuah Sabtu sore yang panas di Jakarta, setelah menyelesaikan sesuatu yang alhamdulillah banget, saya mampir ke 7-eleven Senayan untuk minum air mineral dan kopi dingin. Saya terpaksa duduk di luar karena bangku di dalam penuh, selain karena teman saya ingin merokok. Kursi-kursi di teras itu hampir semuanya penuh, beberapa yang tersisa kosong mejanya kotor dan berantakan, duh. Akhirnya saya menemukan tempat duduk di sudut teras itu. Mata saya leluasa memandang ke seluruh sudut teras, isinya semuanya anak muda, saya yakin beberapa dari mereka masih masuk kriteria usia remaja.
Ada 2 meja yang menarik perhatian saya, meja berisi gadis-gadis remaja ibukota. Di meja yang satu gaya busananya sangat menarik, rok mini, blus bunga-bunga, wedges, sunglasses. Di meja yang satu lagi gaya busana standar, jeans, t-shirt dan sepatu flats. Mereka sama-sama berisik, tertawa riuh atau senyum lebar menunjukkan gigi berbehel sambil menyibakkan rambut panjangnya, dengan tangan tidak lepas dari blackberry (Kebayang kan? Tipikal remaja kota banget).
Di meja mereka ada botol hijau heineken. Saya yakin sih diantara mereka ada yang belum 21 tahun, jadi penasaran sebenarnya 7-11 atau circle-K di Indonesia rajin menanyakan identitas atau tidak sih ke remaja-remaja yang membeli minuman beralkohol itu? Waktu saya di luar negri, saya pernah membeli sekaleng bir di circle-K, dan mas kasirnya menanyakan identitas saya sambil cengar-cengir begitu sadar umur saya sudah 25 tahun. Di sana tertulis yang intinya “jangan merasa tersinggung ketika kami menanyakan kartu identitas anda karena berarti anda terlihat seperti 16 tahun atau lebih muda” hahaha. Oh ya kembali ke meja-meja remaja itu, botol heineken itu terlihat sudah tidak dingin, titik-titik embun di botol itu tidak terlihat. Sepertinya mereka sudah lama nongkrong di situ, tapi sayangnya botol bir itu masih terisi setengah. Tak seberapa lama, si empunya botol menegak isinya, hanya sedikit yang masuk ke mulut, raut wajah datar terlihat sedikit susah menelannya, dan ia meraih chitato di sisi meja yang lain. Kasihan, seperti tersiksa.
Sementara meja lain yang lebih atraktif, seorang baru saja kembali dari dalam 7-eleven, membawa sebotol mix max hijau, dan sekaleng coke. Di gelas slurpee dia mulai meramu minuman, mix max dicampur bir, dan satu lagi coke dan bir. Terlihat mata mereka mengerjap setelah mencoba ramuan itu. Sebel ya, kalau remaja memaksakan diri seperti itu.
Kenapa harus memaksakan diri sih? Karena nongkrong di 7-eleven sambil minum bir & merokok itu keren. Sayang ya, ketika kita remaja kita memang berusaha menyamakan diri dengan teman-teman, dengan trend, tapi menjadi sia-sia kalau ternyata kita bukannya berusaha menemukan diri kita. Jangan lah minum kalau tidak bisa menikmati, jangan merokok jika memang bukan ketagihan nikotin. Maksudnya, boleh saja mengikuti trend, supaya bukan menjadi outliar, tapi ada kalanya mesti kembali ke diri sendiri, bagaimana tidak kehilangan jati diri (eh tapi masa remaja kan memang masa mencari jati diri ya?) bagaimana mulai menggali dalam hati kita, apa sih yang memang ingin kita kerjakan. Apa sih aspirasi kita? Mau jadi apa sih kita? Kok kita ya? Saya kan sudah bukan remaja J Remaja memang harus berani memberontak, tapi bagaimana mengekspresikannya itu yang sebaiknya dengan cara yang kreatif. Gimana adek-adek?
(Ending tulisan ini kenapa jadi terkesan membingungkan dan labil ya? Apa saya masih remaja?)